Laman

Kamis, 14 April 2011

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I
Negara, Bangsa, dan Masyarakat Indonesia

Negara ialah tatanan dari rakyat, wilayah yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintahan yang sah dan berdaulat. Negara mempunyai kewenangan yang istimewa; membentuk angkatan bersenjata, lembaga peradilan, pemerintahan, parlemen, mencetak uang, menggunakan kekerasan di wilayah kedaulatannya. Pemerintah merupakan salah satu unsur aparatur negara, sebagai kelompok sosial pada periode terbatas mendapat kesempatan memegang pucuk pimpinan eksekutif. Konsep negara dan teori asal usul negara didefinisikan beragam menurut para pakar. Hal ini tergantung dari sudut pkitang mereka. Berdirinya suatu negara, harus memenuhi syarat-syarat, yaitu adanya pemerintahan yang berdaulat, wilayah, warga negara, dan pengakuan pihak lain.
Bangsa adalah suatu kesatuan solidaritas, satu jiwa, dan satu asas spiritual yang tercipta oleh pengorbanan masa lalu demi masa depan generasi penerusnya. Faktor yang mempersatukan kelompok-kelompok masyarakat Indonesia sebagai bangsa ialah kesamaan latar belakang sejarah, tekad untuk hidup bersama guna mencapai cita-cita masa depan yang lebih baik (masyarakat adil dan makmur aman sentosa).
Ada dua asas yang dipakai dalam penentuan Kewarganegaraan, yaitu asas Ius Soli dan asas Ius Sanguinis.
Asas ius soli menentukan warga negaranya berdasarkan tempat tinggal/kelahiran di suatu negara, adalah warga negara tersebut. Sebagai contoh, apabila Kita punya anak lahir di Amerika Serikat karena Amerika Serikat menganut asas ius soli ini secara otomatis anak tersebut mempunyai Kewarganegaraan Amerika Serikat. (dilihat dari sisi Amerika Serikat).
Asas ius sanguinis, menentukan warga negaranya berdasarkan keturunan (pertalian darah), dalam arti siapa pun anak kandung (yang sedarah seketurunan) akan mengikuti Kewarganegaraan orang tuanya. Dengan kedua asas tersebut dapat menimbulkan implikasi sebagai berikut.
a. Mereka yang mempunyai Kewarganegaraan gkita atau bipatride karena negara asal orang tua yang bersangkutan menganut asas ius sanguinis sedangkan yang bersangkutan melahirkan anak, tinggal di negara yang menganut asas ius soli.
b. Mereka yang sama sekali tidak mempunyai Kewarganegaraan (apatride) karena yang bersangkutan dilahirkan di negara yang menganut asas ius sanguinis sedangkan negara asal orang tua yang bersangkutan menganut asas ius soli.

Masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan individu yang luas dan terpola dalam lingkup yang besar (negara) atau kecil dalam suatu suku bangsa atau kelompok sosial lainnya. Masyarakat warga negara (civil society) atau masyarakat madani bukan berarti masyarakat sipil. Civil society adalah wilayah atau ruang publik yang bebas, di mana individu, warga negara melakukan kegiatan secara merdeka menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul. civil society sebagai suatu tatanan kehidupan yang menginginkan kesejajaran hubungan antara warga negara dan negara atas dasar prinsip saling menghormati, hubungan negara dengan warga negara bersifat konsultatif (tidak konfrontatif), warga negara mempunyai kewajiban dan hak, dan negara memperlakukan warga negara secara adil, hak dan kebebasan yang sama equal right. Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat (masyarakat warga negara) diperlukan adanya kesatuan pola pikir, sikap dan tindakan. Bela negara merupakan kewajiban dan hak setiap warga negara. Oleh karena tanggung jawab kelangsungan hidup bangsa dan negara adalah tanggung jawab bersama sebagai bangsa. Falsafah bangsa, pkitangan hidup, ideologi, dasar negara, konstitusi, Wasantara dan Tannas merupakan kerangka dasar kehidupan nasional yang hierarkis.
Pancasila merupakan falsafah, pkitangan hidup, ideologi/paham, dan dasar negara yang tercantum dan tak terpisahkan dalam UUD 1945. Dalam mencapai tujuan nasional diperlukan teori-teori atau asas-asas yang diyakini kebenarannya sebagai pedoman dasar, Wasantara sebagai doktrin dasar dan Tannas sebagai doktrin pelaksanaan.

Makna dan Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan
1. Upaya sadar.
2. Menyiapkan calon pemimpin.
3. Mempunyai kecintaan, kesetiaan, dan keberanian, membela bangsa dan negara.

Dasar sejarah
1. Upaya pada masa penjajahan.
2. Gerakan yang dimulai pada tahun 1908.
3. Ikrar Pemuda pada 28 Oktober 1928.
4. Semangat pemuda pada masa Jepang.
5. Proklamasi kemerdekaan.
6. Perjuangan pada awal masa kemerdekaan.
7. Pengkhianatan, pemberontakan, dan penyelewengan.

Dasar Hukum
UUD 1945: Pembukaan, Pasal 3 0 ayat (1), Pasal 31 ayat (1). Skep Bersama Mendikbud-Menhankam No. 22/U/1973 KEP/B/43/XIII/ 1967
1. UU No. 20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara RI yang disempurnakan dengan UU No. 3 Tahun 2002 tentang UU Pertahanan Negara. Skep Bersama Mendikbud-Menhankam No. 001 /N/1982 KEP/002/II/1985.
2. UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di sempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
4. Keputusan dengan Dikti No 38/Dikti/Kep/2002.

Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan diselenggarakan untuk menumbuhkan kesadaran bela negara serta kemampuan berpikir secara komprehensif integral.
Untuk mencapai tujuan itu Pendidikan Kewarganegaraan membahas Wasantara, Tannas, politik dan strategi nasional, politik dan strategi pertahanan keamanan, serta sistem pertahanan keamanan rakyat semesta.

Kaitan Hubungan Antara Materi Dengan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Bangsa Indonesia mempunyai konsep kemampuan (power) yang merupakan derivasi dari Pancasila, yaitu “Tannas”. Adalah kewajiban para pemimpin termasuk para mahasiswa sebagai calon pemimpin harus menjawab dan memahami konsepsi “Tannas”.
Kemampuan/kekuatan (power) diwujudkan melalui pembangunan nasional. Kebijaksanaan dan strategi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional diwujudkan dalam bentuk GBHN (sekarang Propenas) oleh MPR setiap tahun. Oleh karena itu, pada hakikatnya GBHN (Propenas) adalah Politik Nasional dan Strategi Nasional.
Cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara dalam kerangka Tannas yang diwujudkan dalam Pembangunan Nasional sesuai dengan arahan GBHN. Sekarang Propenas mutlak disertai dengan kerelaan berkorban untuk membela bangsa dan negara.


BAB 2

Wawasan Nusantara


Wasantara tumbuh dan berkembang sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia, berangkat dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang rawan perpecahan, keinginan untuk memanfaatkan konstelasi geografi Indonesia yang berupa kepulauan dan berada di tengah-tengah dunia (posisi silang) untuk kejayaan bangsa dan negara. Pandangan tersebut berkaitan dengan konsep geopolitik dan geostrategi yang perlu mendapat pengakuan internasional. Oleh karena itu, bangsa Indonesia memperjuangkan dalam forum hukum laut internasional maupun menjadikan perjanjian dengan negara-negara tetangga mengenai batas wilayah. Baru pada tahun 1982, konvensi Hukum Laut menerima asas negara kepulauan atau asas nusantara diterima sebagai hukum internasional, dan bersamaan dengan itu pula ditetapkan perluasan yurisdiksi negara-negara pantai di lautan bebas atau ZEE. Hasil konvensi ini disahkan pada bulan Agustus 1983 di New York.

A. MENGENALI GEOGRAFI, GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI BANGSA INDONESIA
A1. MENGENALI GEOGRAFI
Kondisi geografis dan kedudukan geografis dalam kaitannya dengan percaturan dunia serta kebijakan-kebijakan dalam pemanfaatan kondisi dan kedudukan geografi turut menentukan dalam pembentukan wawasan nasional.
Kepulauan Nusantara merupakan kepulauan terbesar di dunia. Bentuknya memanjang di sekitar katulistiwa. Negara kepulauan yang luas dan jumlah penduduk yang besar (ke-4 dunia) kalau kita rinci karakteristik geografi dan penduduknya adalah sebagai berikut.
a. Panjang wilayah 1/8 katulistiwa (1/8 X 40.000 km).
b. Jarak terjauh Utara-Selatan 1.118 km dan jarak terjauh Timur-Barat 5.110 km.
c. Dilalui oleh garis Katulistiwa, berada di antara 6° Lintang Utara – 11o Lintang Selatan; 95° Bujur Timur – 141° Bujur Timur.
d. Berada di antara dua buah benua Asia - Australia; dan di antara dua buah samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
e. Terdiri dari 17.508 buah pulau besar dan kecil.
f. Luas daratan ± 1,9 juta km dan luas perairan 2/3 dari seluruh wilayah.
g. Indonesia bagian Barat dominan daratan daripada perairan, sedangkan Indonesia bagian Timur lebih dominan perairan daripada daratan.
h. Pada umumnya tanahnya subur, kecuali di beberapa tempat di Kalimantan dan Irian.
i. Bumi mengandung kekayaan alam (mineral) yang potensial. Dari 11 mineral terpenting di dunia, 7 jenis terdapat di Indonesia.
j. Penduduk yang cukup besar menduduki urutan ke-4 di dunia. Namun, dari jumlah penduduk yang besar tersebut penyebarannya tidak merata. Daerah Jawa, Madura, Bali dan Lombok (JAMBAL) dikategorikan sebagai daerah terpadat, sedangkan daerah lainnya masih jarang penduduknya.

Kondisi geografi berupa kepulauan yang luas dan panjang dengan penduduk yang majemuk (ratusan suku bangsa yang berbicara dalam 746 bahasa daerah (12% dari jumlah bahasa di dunia) memang sulit dipersatukan.

A2. mengenali GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI
Kebijakan dan pelaksanaan dalam memanfaatkan keuntungan letak geografi yang strategis berkaitan dengan geopolitik dan geostrategi bangsa Indonesia. geopolitik ini mengandung pengertian kebijakan politik yang mengaitkan pengaruh letak geografi bumi yang menjadi wilayah (ruang hidup) manusia yang tinggal di atas permukaan bumi. Bagi bangsa Indonesia, geopolitik merupakan pandangan baru dalam mempertimbangkan faktor- faktor geografis wilayah negara untuk mencapai tujuan nasional. Artinya, geopolitik adalah kebijaksanaan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut. Sedangkan geostrategi ialah kebijaksanaan pelaksanaan dalam menentukan tujuan-tujuan dan sarana-sarana tersebut guna mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan konstelasi geografis negara.Geopolitik Indonesia dikembangkan sesuai dengan Pancasila sehingga tidak mengandung unsur-unsur ekspansionisme maupun kekerasan.
Pada geostrategis, keadaan dan letak negara Indonesia pada posisi silang memberikan pengaruh terhadap segenap kehidupan bangsa. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat menguntungkan, tetapi juga mengundang berbagai bentuk ancaman. Analisis posisi silang negara Indonesia itu tidak hanya mengenai segi fisik-geografisnya saja, melainkan mengenai aspek-aspek kehidupan sosial, yaitu:
a) demografi (kependudukan) antara daerah yang berpenduduk padat di utara dan daerah yang berpenduduk jarang di selatan;
b) ideologi antara komunisme di utara dan liberalisme di selatan;
c) politik antara demokrasi rakyat di utara (Asia Daratan bagian utara) dan demokrasi parlementer di selatan;
d) ekonomi antara sistem ekonomi terpusat di utara dan sistem ekonomi liberal di selatan;
e) sosial antara komunisme atau sosialisme (komune) di utara dan individualisme di selatan;
f) budaya antara kebudayaan Timur di utara (Budha/Kong Hu Chu) dan kebudayaan Barat di selatan;
g) hankam antara sistem pertahanan kontinental (kekuatan di darat) di utara dan sistem pertahanan maritim di barat, selatan dan timur.
Posisi silang dengan segala akibatnya, memaksa bansga Indonesia memilih strategi turut serta mengatur lalu lintas kekuatan-kekuatan atau pengaruh tersebut dengan ikut berperan sebagai subjek dengan mengendalikan, dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan tersebut untuk kepentingan nasional. Alternatif kedua menuntut kemampuan bangsa Indonesia menciptakan kekuatan sentrifugal artinya lalu lintas kekuatan-kekuatan yang melewati Nusantara harus mampu dikelola, dikendalikan dan dimanfaatkan memberikan sinergi pada kekuatan bangsa dalam pembangunan nasional. Pengaruh-pengaruh buruk akibat posisi silang harus dapat diatasi dengan membangun Tannas bangsa Indonesia.

BAB III
Ketahanan Nasional


Sejarah Bangsa dan Latar belakang Tannas

Bangsa Indonesia mengalami penjajahan berabad-abad lamanya. Penjajahan itu mengakibatkan penderitaan lahir dan batin, kemiskinan dan kebodohan. Perjuangan mengusir penjajah mulai dari perlawanan Sultan Agung dari kerajaan Mataram pada tahun 1613 sampai perlawanan Sisingamangaraja (Batak) pada tahun 1900 tidak pernah berhasil. Hal ini karena di satu sisi, tidak adanya persatuan dan kesatuan di kalangan bangsa Indonesia dan di sisi lain “keragaman” bangsa Indonesia mudah dieksploitasi dengan politik “pecah belah” atau “adu domba” atau secara populer disebut juga politik “de vide et impera”.
Perjuangan selanjutnya memunculkan angkatan perintis kemerdekaan (1908) yang ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, dan 20 tahun kemudian muncul angkatan “Penegas” Sumpah Pemuda (1928). Strategi perjuangan dalam melawan penjajah diubah dengan jalan Pendidikan Untuk Memajukan Bangsa dan Membangkitkan Semangat Nasionalisme. Hasil perjuangan yang menonjol dalam periode ini adalah tumbuh semangat atau jiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia (ingat ikrar Sumpah Pemuda).
1945), merupakanPeriode selanjutnya, masa penjajahan Jepang (1942 babak baru perjuangan bangsa Indonesia. Pada mulanya bangsa Indonesia bersimpati pada penjajah baru ini. Bangsa Indonesia menduga bahwa Jepang akan membantu mempercepat proses perjuangan mencapai kemerdekaan. Akan tetapi, kenyataannya sangat mengecewakan bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia, makin menderita, dan makin miskin. Hasil bumi maupun ternak rakyat banyak disita untuk kepentingan penjajah. Banyak rakyat Indonesia dipaksa menjadi “Romusha” (pekerja paksa) baik di Indonesia maupun dikirim ke luar negeri, untuk kepentingan pemerintahan militer Jepang pada waktu itu yang sedang terdesak oleh tentara Sekutu. Kondisi ini dapat Anda tanyakan pada pelaku sejarah di daerah Anda sendiri sehingga Anda dapat membandingkan kondisi pada masa penjajahan Belanda dengan Jepang.
Namun, pada hakikatnya penjajah siapa pun bangsanya pada intinya membawa kesengsaraan, penderitaan lahir batin bagi bangsa terjajah.
Oleh karena itu, pada masa pendudukan militer Jepang yang kita kategorikan sebagai penjajah, muncul perlawanan (ingat bukan pemberontakan) di beberapa tempat, antara lain di Blitar oleh anggota Peta dan di Jawa Barat (Singaparna). Tentu saja perlawanan terhadap Jepang itu tidak hanya di kedua tempat tersebut. Banyak perlawanan terhadap Jepang ini tidak terekam dalam catatan sejarah yang kita pelajari, tetapi yang dapat Anda saksikan adalah “makam pahlawan” yang bertebaran di seluruh Indonesia yang isinya antara lain pejuang-pejuang yang gugur di zaman penjajahan Jepang.
Peperangan melawan penjajah ini tiada hentinya. Perjuangan di daerah yang satu dapat dipadamkan, tetapi di daerah lain muncul perjuangan baru, bak kata pepatah “patah tumbuh hilang berganti atau mati satu tumbuh seribu”. Pengorbanan mereka tidak sia-sia, semangat juang dan kerelaan berkorban demi bangsanya perlu kita warisi. Kesempatan emas itu datang dengan ditaklukkannya Jepang kepada Sekutu 15 Agustus 1945. Maka pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, dan terbentuklah Negara Republik Indonesia.
Untuk lebih memahami latar belakang tannas dari sisi sejarah sejak perlawanan Sultan Iskandar Muda (Kerajaan Aceh) sampai dengan Kemerdekaan RI disajikan dalam ringkasan di atas.
Walaupun kemerdekaan sudah diproklamasikan, perjuangan bangsa Indonesia terus dilanjutkan untuk mempertahankan kemerdekaan dari serangan-serangan pasukan bangsa asing. Konflik dengan tentara Sekutu tidak bisa dihindarkan. Pasukan tentara Sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) yang seharusnya bertugas menerima penyerahan tentara Jepang, membebaskan tawanan perang, menjamin keadaan damai dan penyerahan pemerintahan ke pihak sipil, ternyata diboncengi tentara Netherland Indies Civil Administration (NICA) dan menginjak-injak harga diri bangsa Indonesia yang telah menyatakan dirinya merdeka.
Pertempuran terjadi di Surabaya (ingat peristiwa 10 November yang kita Desember 1945,peringati sebagai hari pahlawan), di Ambarawa November April 1946, pertempuran didi Medan Area (Sumatra Utara) Desember 1945 Bandung, Maret 1946 (ingat peristiwa Bandung Lautan Api 24 Maret 1946) dan tempat-tempat lainnya di wilayah Indonesia.


350 Tahun lebih menderita, hasilnya adalah Kemiskinan dan Penderitaan Lahir Batin
Upaya Perlawanan yang dilakukan oleh Bangsa
Indonesia, antara lain:
- Iskandar Muda di Aceh (1636)
- Sisingamangaraja dari Batak (1900) Perjuangan tersebut Penjajah
- 1837)Imam Bonjol di daerah Minangkabau (1822 belum berhasil Politik, pecah
- Badarudin di daerah Palembang (1817) belah dan
- Sultan Tirtayasa dari Banten (1650) kuasa (Sistek
- Untung Suropati dari Jatim (1670) dan Sissos)
- Jalantik dari Bali (1850) Kurang adanya persatuan
- Anak Agung Made dari Lombok (1895)
- Pangeran Antasari dari Kalsel (1860)
- Hasanuddin dari Makasar (1660)
- Pattimura dari Maluku (1817)

Tahap Perjuangan selanjutnya: Cara Perjuangan terhadap Penjajah diubah
(1) Angkatan Perintis (1908)dengan jalan:
Dirintis oleh Budi Utomo yakni Di didik untuk memajukan Bangsa
(2) Angkatan Penegas (1928):Hasil perjuangan yang menonjol "Jiwa Sumpah Pemuda Persatuan Bangsa Indonesia".

1945)Pada periode Penjajahan Jepang (1942
Merupakan babak Penjajahan Baru sehingga timbul berbagai pemberontakan melawan Jepang sebab penjajahan jepang tetap menimbulkan Kemiskinan dan Penderitaan


Perlawanan terhadap tentara Belanda (NICA), terjadi setelah usai perundingan Linggar Jati, Belanda melakukan kecurangan dengan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Perlawanan terus dilanjutkan dan berakhir pada perundingan Renvile 8 Desember 1947 yang membuat Indonesia menjadi bagian dari Uni Indonesia Belanda.
Setelah perjanjian Renvilee timbul pula pengkhianatan Partai Komunis Indonesia yang memproklamasikan negara Republik Soviet Indonesia pada tanggal 18 September 1948. Selesai peristiwa Madiun (affair Madiun) Belanda (NICA) melakukan agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948. Hal itu membawa Indonesia-Belanda ke Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 23 Agustus 1949. Hasil KMB membuat Indonesia menjadi Negara Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 16 negara bagian. Ternyata kemudian bentuk negara federal ini tidak dikehendaki oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Disadari bentuk negara federal ini tidak dilandasi konsepsi yang kuat, latar belakang pendirinya adalah untuk menghancurkan Indonesia hasil proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, antara RIS dan Republik Indonesia (sebagai Negara Bagian RIS) sepakat untuk membentuk negara kesatuan, dan pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS menjelma menjadi negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hikmah perjuangan bangsa dan negara RI dari peristiwa perlawanan terhadap tentara asing sejak proklamasi kemerdekaan sampai 17 Agustus 1950 adalah sebagai berikut.
1. Kendatipun Tentara Inggris dan Belanda lebih modern persenjataan dan organisasinya, tidak membuat perjuangan rakyat Indonesia pupus, semangat juang terus dikobarkan. Keberanian berkorban demi bangsa dan negara (membela tanah air) membudaya di kalangan pemuda (ingat semboyan merdeka atau mati!).
2. Politik devide et impera Belanda gagal. Bangsa Indonesia mengutamakan persatuan dan kesatuan.

Sementara itu, di dalam negeri terjadi konflik akibat kekacauan politik dan gerakan pembangkangan Kartosuwirjo yang tidak puas terhadap hasil perundingan Renvile. Kartosuwiryo mengumumkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) tanggal 7 Agustus 1949 (latar belakang ideologi agama) di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pemberontakan yang dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap kebijaksanaan pemerintah pusat (Darul Islam di Sulawesi Selatan dan Aceh). Ketidakpuasan politik dan golongan terhadap pemerintah Pusat (PRRI/Permesta), bermotifkan ideologi komunis (Pemberontakan Gerakan 30 September/PKI) sampai kepada pemberontakan yang bermotifkan “nostalgia” pada zaman kolonial (pemberontakan Kapten Andi Azis, RMS/APRA). Walaupun berbagai bentuk pemberontakan itu dapat dipadamkan, konflik-konflik yang bersifat lokal dan bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan) kerap terjadi, namun dapat diatasi dengan baik.
Uraian tersebut menggambarkan pada Anda bahwa bangsa Indonesia sejak kelahirannya (proklamasi) terus-menerus mengalami krisis. Namun, kenyataannya sampai sekarang bangsa Indonesia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal itu terjadi karena bangsa Indonesia memiliki tannas sebagai bangsa.
Walaupun bangsa Indonesia berjuang menghadapi tentara asing (penjajah) maupun konflik internal di dalam negeri dengan berbagai latar belakangnya, namun bangsa Indonesia tetap utuh dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa dan negara Indonesia mempunyai keuletan dan ketangguhan (Ketahanan) dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (National Survival). Oleh karena itu, dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, bangsa Indonesia harus mempunyai tannas (National Resillience). Tannas itu harus dibina dan ditingkatkan sejalan dengan perkembangan bangsa Indonesia dan lingkungan strategiknya.
Rumusan terakhir tannas, merupakan kondisi dinamik yang dimiliki suatu bangsa. Di dalamnya mengandung “keuletan dan ketangguhan” yang mampu mengembangkan kekuatan nasional. Kekuatan itu kita perlukan untuk mengatasi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG), yang datang dari dalam atau dari luar, yang langsung atau tidak langsung membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional.
Untuk lebih memahami pengertian tannas dengan kalimat yang panjang di atas coba Anda perhatikan Gambar Bagan Skematis Pengertian Tannas

Pengertian Landasan dan Ciri Tannas

Tannas pada hakikatnya adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara.
Dalam fungsinya sebagai sistem pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan nasional maka dalam penyelenggaraan atau pembinaan tannas dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Kedua pendekatan itu (kesejahteraan-keamanan) tidak kita pisahkan dan hanya bisa dibedakan bak satu keping mata uang, sisi yang satu berupa aspek kesejahteraan dan sisi yang lainnya berupa aspek keamanan. Penekanan pada salah satu aspek tergantung pada kondisi yang dihadapi oleh suatu bangsa.

Tannas dilandasi oleh Wasantara dalam upaya mencapai tujuan dan cita-cita bangsa sebagai pengejawantahan Pancasila.

Asas tannas, yaitu (1) pendekatan kesejahteraan dan keamanan, (2) komprehensif dan integral. Sebagai doktrin ia merupakan cara terbaik yang diakui kebenarannya dan dijadikan pedoman dalam memenuhi tuntutan perkembangan, bangsa dan lingkungan untuk kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan negara.
Sebagai metode pemecahan masalah maka ia akan menjelaskan:
1. kondisi kehidupan nasional dalam suatu waktu;
2. memprediksi kehidupan nasional pada waktu yang akan datang;
3. mengendalikan kehidupan nasional agar sesuai dengan kondisi yang diharapkan atau ditetapkan.

Selain mempunyai asas ia juga mempunyai sifat, yaitu (1) manunggal, (2) mawas ke dalam dan ke luar, (3) kewibawaan, (4) berubah menurut waktu, (5) tidak membenarkan adu kekuatan atau adu kekuasaan, dan (6) percaya pada diri sendiri.

Tannas sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan sistem kehidupan nasional mempunyai wajah dan fungsi. Wajah tannas dalam bentuk kondisi, doktrin, dan metode. Sebagai kondisi merupakan totalitas segenap aspek kehidupan bangsa yang didasarkan nilai persatuan dan kesatuan (Wasantara) untuk mewujudkan daya tangkal, daya kekebalan dan daya kena dalam berinteraksi dengan lingkungan. Sebagai doktrin ia merupakan cara terbaik yang ada untuk mengimplementasikan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Sebagai metode ia merupakan cara pemecahan masalah nasional dalam perkembangan bangsa dan untuk kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Fungsi tannas adalah sebagai doktrin perjuangan nasional, metode pembinaan kehidupan nasional, pola dasar pembangunan nasional dan sebagai sistem kehidupan nasional.


Keterkaitan Antargatra Dalam Tannas dan Ketahanan Gatra Tannas

Pengelompokan bidang kehidupan bangsa Indonesia dibuat dalam 8 kelompok gatra (model) bidang kehidupan. Kedelapan gatra tersebut (Astagatra) dibagi dalam dua kelompok, yaitu trigatra (geografi, sumber kekayaan alam, dan demografi) dan pancagatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam).
Gatra-gatra tersebut dapat dibedakan secara teoretik tetapi tidak bisa dipisahkan karena keterkaitan yang kuat satu sama lain. Oleh karena itu, astagatra ini harus dilihat secara holistik dan integral (bulat utuh menyeluruh).
Trigatra bersifat statis dan Pancagatra bersifat dinamis. Trigatra merupakan modal dasar untuk meningkatkan Pancagatra. Kelemahan di dalam satu gatra dapat mempengaruhi gatra yang lain dan sebaliknya meningkatnya kekuatan pada salah satu gatra dapat meningkatkan gatra yang lain (sinergi).
Tannas pada hakikatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanan. Dalam rangka itu, peranan gatra terhadap kondisi kesejahteraan dan keamanan sebagai berikut.
1. Ada gatra yang sama besar peranannya untuk kesejahteraan dan keamanan.
2. Ada gatra yang lebih besar peranannya untuk kesejahteraan daripada keamanan.
3. Ada gatra yang lebih besar peranannya untuk keamanan daripada kesejahteraan.

Trigatra, ideologi, politik peranannya sama besar dalam kesejahteraan dan keamanan.
Gatra Ekonomi, sosial budaya lebih besar untuk kesejahteraan daripada keamanan.
Hankam lebih besar untuk kesejahteraan keamanan daripada kesejahteraan. Tannas merupakan resultan (hasil) dari ketahanan masing-masing aspek kehidupan (gatra).

TRI GATRA
Kelompok gatra alamiah adalah:
1. Geografi,
2. Kekayaan alam,
3. Demografi (kependudukan)

PANCA GATRA
Kelompok gatra sosial adalah:
1. Ideologi
2. Politik
3. Ekonomi
4. Sosial Budaya
5. Hankam


Kedelapan aspek tersebut masing-masing berhubungan, kait-mengait utuh menyeluruh membentuk tata laku sistem kehidupan nasional. Pembidangan kehidupan nasional sebanyak delapan adalah kesepakatan bangsa Indonesia, para ahli dari negara lain membaginya tidak hanya delapan bidang kehidupan, tetapi bisa kurang atau lebih. Hal ini tergantung pada latar belakang dan visi masing-masing tentang kehidupan nasional tersebut.

Landasan Tannas

Tannas sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan sistem kehidupan nasional di dalam pelaksanaannya mempunyai landasan yang kuat yaitu Pancasila, UUD 1945 dan Wasantara.

Perwujudan Tannas

Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, pada dasarnya untuk mewujudkan tannas. Titik berat pembangunan nasional pada bidang ekonomi karena bidang ekonomi ini mempunyai “daya biak” terhadap bidang-bidang kehidupan lainnya, untuk meningkatkan spektrum kemampuan kita sebagai bangsa dan negara.
Peningkatan spektrum kemampuan tersebut untuk menghasilkan daya kembang, daya tangkal dan daya kena. Untuk itu, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang “berkualitas”. Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi (menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta dilandasi oleh iman dan taqwa berakar pada budaya Pancasila) merupakan kunci dari peningkatan tannas. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional, pembangunan sumber daya manusia merupakan titik sentral dan hal ini sejalan dengan hakikat pembangunan nasional Indonesia yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam pembangunan nasional diperlukan pimpinan nasional yang kuat, berwibawa, serta mampu mempersatukan bangsa serta mempunyai visi ke depan membawa bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasional.
Dalam ketatanegaraan Indonesia, mekanisme kepemimpinan nasional telah ditetapkan yang dikenal dengan mekanisme kepemimpinan 5 tahun yang dibagi dalam 13 tahapan.
Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat ini perlu diwaspadai masih adanya bahaya laten yang bersifat ideologis maupun non-ideologis yang ingin memecah belah kita sebagai bangsa. Untuk itu, diperlukan kewaspadaan nasional yang sejalan dengan itu yakni berkehidupan Pancasila (budaya Pancasila) yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.


BAB IV
Ketahanan Nasional dalam Era Globalisasi


Istilah globalisasi menunjukkan gejala menyatunya kehidupan manusia di planet bumi ini tanpa mengenal batas-batas fisik-geografik dan sosial yang kita kenal sekarang ini. Globalisasi berkembang melalui proses yang dipicu dan dipacu oleh kemajuan pesat “revolusi” di bidang teknologi komunikasi atau informasi, transportasi dan perdagangan yang dikenal dengan istilah Triple T.
Pemikiran Naisbitt menyatakan menyatunya kehidupan di dunia (globalisasi) disertai dengan munculnya berbagai paradoks (kondisi pertentangan). Dikhawatirkan “globalisasi” akan menghilangkan negara bangsa (nation state)? Disisi lain globalisasi haruslah dipandang sebagai suatu “peluang” (oportunity) untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memperkokoh bangsa, agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Untuk itulah, diperlukan Tannas yang tangguh bagi bangsa Indonesia di Era Globalisasi.
Globalisasi merupakan suatu pengertian ekonomi. Konsep globalisasi baru masuk kajian dalam universitas pada tahun 1980-an, pertama-tama merupakan pengertian sosiologi yang dicetuskan oleh Roland Robertson dari University of Pittsburgh.
Pada prinsipnya, proses globalisasi ada yang bertujuan intensional dan ada pula yang impersonal. Proses globalisasi yang intensional dapat dilihat misalnya pada kegiatan perdagangan dan pemasaran, sedangkan proses globalisasi yang impersonal dapat kita lihat, misalnya dalam gerakan fundamentalis, agama dan kecenderungan-kecenderungan pasar yang agak sulit untuk dijelaskan sebab-musababnya, misalnya mundurnya mobil buatan Amerika di pasaran dunia dewasa ini.
Globalisasi menyebabkan “bazar global” karena dunia sebenarnya telah merupakan pasaran bersama dengan adanya alat-alat komunikasi serta entertainment global melalui jaringan TV, internet, film, musik maupun majalah-majalah maka dunia dewasa ini telah merupakan suatu pasar yang besar (global cultural bazaar). Bahwa dunia telah menjadi satu pasar, dapat kita lihat gejalanya di kota-kota besar di Indonesia, dengan menjamurnya mal-mal yang dibanjiri produk luar negeri.
Dewasa ini kita juga melihat bahwa suatu produk tidak lagi dihasilkan di satu negara, tetapi komponen-komponennya telah dibuat di berbagai negara karena pertimbangan-pertimbangan bisnis yang lebih menguntungkan. Produk Boeing, Toyota, Mitsubisi, General motor merupakan contoh desentralisasi dalam produksinya. Sementara itu, proses produksi juga berkembang menjadi produksi massal (mass production) yang memungkinkan penekanan harga sehingga dapat dijual lebih murah.
Pesatnya kemajuan bisnis juga didorong oleh apa yang disebut uang global (global money) yakni credit card. James Champy penulis terkenal Reengineering The Corporation, menyatakan selera konsumen sangat menentukan dalam transformasi global.
Menurut Champy, lingkungan yang mampu menghadapi tantangan masa depan adalah Pertama, lingkungan yang merangsang pemikiran majemuk yang peka terhadap keinginan konsumen. Kedua, untuk memenuhi selera pasar “konsumen”, diperlukan manusia-manusia yang menguasai ilmu dan keterampilan tertentu serta menjalankan instruksi pimpinan dengan penuh tanggung jawab. Ketiga, masyarakat masa depan merupakan masyarakat “meritokrasi”, yaitu masyarakat yang menghormati prestasi daripada statusnya dalam organisasi. Keempat, lingkungan yang menghormati seseorang yang dapat menuntaskan pekerjaannya dan bukan berdasarkan kedudukannya di dalam organisasi. Inilah transformasi perusahaan yang menggambarkan pula transformasi kebudayaan manusia.
Nilai-nilai positif dari globalisasi (kesejagatan) mempunyai dimensi-dimensi baru yang tidak dikenal sebelumnya seperti kriminalitas internasional, pembajakan dan terorisme internasional, penyakit baru yang dengan cepat menyebar ke seantero dunia. Transformasi ini berjalan dengan menghadapi tantangan sebagaimana dikatakan oleh John Naisbitt, globalisasi mengandung berbagai paradoks.
Menurut Kartasasmita (1996) transformasi global ditentukan oleh dua kekuatan besar yang saling menunjang, yaitu perdagangan dan teknologi. Perdagangan akan berkembang begitu cepat dan mengubah pola-pola kehidupan manusia. Pola-pola kehidupan itu ditanggung oleh kemajuan teknologi yang telah mengubah bentuk-bentuk hubungan antarmanusia dengan lebih cepat, lebih intensif, dan lebih beragam. Transformasi bukan berjalan tanpa tantangan. John Naisbitt mengatakan globalisasi mengandung berbagai paradoks, di antaranya berikut ini.
1. Budaya global vs Budaya lokal
2. Universal vs Individual
3. Tradisional vs Modern
4. Jangka Panjang vs Jangka Pendek
5. Kompetisi vs Kesamaan kesempatan
6. Keterbatasan akal manusia vs Ledakan IPTEK
7. Spiritual vs Material

Akibat hubungan bisnis (perdagangan) yang telah menyatukan kehidupan manusia maka timbul kesadaran yang lebih intern terhadap hak-hak dan kewajiban asasi manusia. Sejalan dengan itu, kehidupan demokrasi semakin marak dan manusia ingin menjauhkan diri dari berbagai bentuk penindasan, kesengsaraan, diktator dan perang. Oleh karena itu, liberalisasi dalam bidang ekonomi ini menuntut liberalisasi dalam bidang politik, di mana keduanya harus berjalan seiring dan saling menunjang. Buah pikiran Kenechi Ohmae dalam “Dunia tanpa batas” dimaksudkan dalam bidang bisnis komunikasi dan informasi memang akan menebus batas-batas nation, tetapi tidak dengan sendirinya menghilangkan identitas suatu bangsa. Kontak budaya tidak terelakkan akibat komunikasi yang semakin lancar. Terjadilah relativisasi nilai budaya dan memungkinkan munculnya sinkretisme budaya yang sifatnya transnasional.
Sebagai bangsa Indonesia, dengan berpijak pada budaya Pancasila, untuk menghadapi kekuatan global tersebut, perlu mengetahui kekuatan dan kelemahan yang kita miliki dalam segenap aspek kehidupan (Astagatra). Kekuatan yang kita miliki dalam Astagatra (geografi, sumber kekayaan alam, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam) yang harus dipertahankan, ditingkatkan dan dikembangkan, sedangkan kelemahan-kelemahan yang ada hendaknya dapat diatasi dan diubah menjadi kekuatan untuk meningkatkan tannas di dalam menghadapi era globalisasi. Kunci dalam meningkatkan tannas Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang menuju kepenguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dilandasi oleh iman dan takwa (imtaq). Dalam pembangunan nasional yang kita lakukan untuk meningkatkan tannas dilandasi oleh Wasantara. Penerapan pendekatan tannas dalam pembangunan nasional, berarti kita melihat kekuatan dan kelemahan bangsa Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan (Astagatra) secara komprehensif integral, membangun secara bersinergi aspek kehidupan bangsa tersebut. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional untuk mencapai tingkat tannas yang kita harapkan di dalam era globalisasi ini diperlukan pengaturan-pengaturan dalam aspek Trigatra dan pancagatra.
Dalam aspek Trigatra diperlukan pengaturan ruang wilayah nasional yang serasi antara kepentingan kesejahteraan dan kepentingan keamanan, pembinaan kependudukan, pengelolaan sumber kekayaan alam dengan memperhatikan asas manfaat, daya saing dan kelestarian. Dalam aspek pancagatra diperlukan pemahaman penghayatan dan pengamalan Pancasila di dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Penghayatan budaya politik Pancasila, mewujudkan perekonomian yang efisien, pemerataan dan pertumbuhan yang tinggi untuk mencapai kesejahteraan yang meningkat bagi seluruh rakyat, memantapkan identitas nasional Bhinneka Tunggal Ika, dan memantapkan kesadaran bela negara bagi seluruh rakyat Indonesia.


BAB V Polstranas


Politik nasional adalah asas, haluan dan kebijaksanaan negara tentang pembinaan serta penggunaan potensi nasional dalam bangnas untuk mencapai tujuan nasional. Politik nasional mencakup politik dalam negeri, politik ekonomi, politik pertahanan dan keamanan. Faktor yang mempengaruhi politik nasional ialah ideologi, ekonomi, sosial budaya dan Hankam.
Stranas adalah “tata cara” untuk melaksanakan politik/kebijaksanaan nasional untuk mencapai sasaran dan tujuan nasional. Kebijaksanaan nasional (National Policies) yaitu rencana alokasi sumber kemampuan bangsa, dari rincian langkah-langkah dan tahapan waktu yang diperlukan untuk mencapai sasaran nasional. Sasaran nasional (National Objectives) yaitu kondisi nyata yang hendak dicapai dengan melibatkan usaha dan sumber kemampuan yang tersedia yang telah ditetapkan melalui kebijaksanaan nasional. Sasaran nasional ini kemudian diwujudkan melalui sejumlah kegiatan nasional (National Commitment). Landasan politik dan strategi nasional ialah Tannas, Wasantara, UUD 1945, dan Pancasila. Sistem perencanaan strategik adalah perangkat untuk mengendalikan seluruh tingkat perencanaan dalam upaya mencapai sasaran nasional. Untuk itu, diperlukan perencanaan strategik guna menghadapi masa depan yang merupakan alternatif strategi terbaik dalam menghadapi ATHG yang mungkin timbul demi membangun kemampuan dan ketangguhan. Polstranas pada hakikatnya adalah kebijaksanaan nasional dalam menentukan cita-cita, tujuan, sasaran, program, dan cara-cara mencapainya.
Wujud Polstranas dalam negara kesatuan Republik Indonesia adalah GBHN yang ditetapkan oleh MPR. Untuk melaksanakan GBHN tersebut MPR menugaskan kepada Presiden/Mandataris MPR. Selain melaksanakan GBHN, MPR menugaskan kepada Presiden/Mandataris MPR menyusun dan menetapkan Repelita. Presiden menetapkan arahan landasan kerja, tugas pokok, dan sasaran untuk melaksanakan GBHN. Lembaga pemerintah departemental dan non-departemental sesuai dengan arahan Presiden menyusun rencana strategik sesuai dengan bidang pembangunan sebagai bahan Repelita untuk kemudian dijabarkan dalam pelaksanaan pembangunan tahunan (APBN).Untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional tersebut maka dilakukan bangnas secara berkelanjutan (era pembangunan nasional). Bangnas yang berkelanjutan tersebut dibuat secara berjenjang yaitu jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Ketiga kategori penjenjangan pembangunan ini berkaitan satu sama lain, di mana pembangunan jangka pendek (tahunan dalam bentuk RAPBN) merupakan implementasi bangnas untuk mencapai arah, sasaran, dan kebijaksanaan pembangunan yang tertuang dalam jangka menengah (Repelita). Demikian pula halnya, Repelita untuk mencapai arah, sasaran dan kebijaksanaan pembangunan pada periode (babakan) pembangunan jangka panjang (PJPT).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar